Mengenang Mikhail Gorbachev, "Bapak" Runtuhnya Uni Soviet

Mengenang Mikhail Gorbachev, “Bapak” Runtuhnya Uni Soviet

Mantan Presiden terakhir era Uni Soviet, Mikhail Gorbachev tutup usia pada umurnya ke-91 pada Selasa (30/8/2022). Glasnost dan Perestroika merupakan dua kebijakan krusial yang diambilnya saat menjabat sebagai Presiden pada 1980-an.

Gorbachev pernah memimpin Uni Soviet pada tahun 1985 hingga 1991. Kala itu, Uni Soviet menjadi negara terbesar di dunia karena memiliki wilayah yang luas serta jumlah populasi yang tinggi.

Melansir Encyclopaedia Britannica, Uni Soviet memiliki luas 22.400.000 km persegi dan memiliki satu per enam dari total permukaan bumi. Populasi penduduk mencapai 290 juta dan memiliki lebih dari 100 kebangsaan.

Uni Soviet juga merupakan negara adidaya yang menjadi pusat aliansi negara komunis Blok Timur selama periode perang dingin. Namun, kekuasaan tersebut harus terhenti ketika Uni Soviet mengalami kemerosotan ekonomi yang dimulai pada era 1980-an dan menyebabkan keruntuhan pada tahun 1991.

Lantas, apa yang menyebabkan Uni Soviet Runtuh?

Kebijakan Glasnost

Pada puncak karir Gorbachev, ia terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet pada bulan Maret 1985. Ini menempatkan dia sebagai pemimpin Uni Soviet.

Gorbachev secara resmi mengumumkan kebijakan Glasnost pada pertengahan 1986. Dalam Bahasa Rusia, Glasnost berarti ‘keterbukaan dan transparansi’.

Melalui Glasnost, Gorbachev ingin meningkatkan diskusi publik tentang isu-isu negara dan memberikan akses informasi kepada publik. Itu adalah respons atas kemerosotan ekonomi dan politik yang dialami negerinya.

Kebijakan tersebut harapannya dapat mengurangi korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan dan penyalahgunaan kekuasaan di Partai Komunis. Ia percaya jalan menuju pemulihan ekonomi dan sosial membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam proses politik.

Akibatnya, media menjadi lebih bebas untuk berekspresi dan mulai terbuka memberitakan berbagai masalah yang sedang di hadapi oleh negaranya. Mulai dari sektor ekonomi hingga politik yang semula cenderung ditutupi oleh pemerintah.

Dalam kebijakan ini, Gorbachev juga memberikan kebebasan berpendapat. Tak ada lagi larangan bagi setiap warga yang mengkritik negara dan Partai Komunis.

Baca Juga : Mengulik Sejarah Rumah Pengasingan Soekarno di Ende, Tempat Lahir Pancasila

Kebijakan Perestroika

Pada 1987, Gorbachev kembali memperkenalkan kebijakan Perestroika yang memiliki arti ‘restrukturisasi’ dan bertujuan untuk memperbaiki ekonomi Uni Soviet melalui desentralisasi. Sehingga, mengurangi cengkraman kebijakan ekonomi yang terpusat.

Tujuan lain dari Perestroika yakni untuk menyaingi negara kuat lainnya seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang, yang kala itu memiliki perkembangan ekonomi yang pesat pada 1970-an. Kebijakan tersebut dinilai menjadi awal mula dari era demokrasi menuju reformasi.

Namun, hal tersebut menyebabkan melemahnya kekuatan pemerintah pusat Uni Soviet. Ini memisahkan ideologi komunisme menuju keterbukaan.

Runtuhnya Uni Soviet

Kedua kebijakan yang krusial tersebut nyatanya menyebabkan keruntuhan bagi Uni Soviet karena berdampak menimbulkan oposisi dan sistem kapitalisme baru. Kebijakan tersebut memicu masyarakat untuk menjelajahi paham Barat mulai dari konsep, gagasan, ide, hingga produknya.

Pada 1990, masyarakat kerap membeli koran-koran liberal dan mengkonsumsi informasi mengenai demokratisasi. Bahkan, pada tahun tersebut, produk makanan khas AS yakni McDonald dibuka untuk pertama kalinya di Uni Soviet.

Sejak saat itu, berbagai wilayah di Uni Soviet mulai memisahkan diri dan menyatakan kemerdekaannya. Ia bahkan dituduh menjadi biang kerok dari kehancuran Uni Soviet karena beberapa pihak mengecam dan bersikukuh dengan kebijakan-kebijakan lama Soviet.

Akhirnya, posisinya kian tersingkir. Pada 25 Desember 1991, Gorbachev mengundurkan diri sebagai Kepala Negara. Keesokan harinya, Uni Soviet secara resmi telah runtuh dan menjadi Republik Federasi Rusia.