Siapa sih yang tidak tahu akan musik dangdut di negara Indonesia kita ini?
Yap, musik dangdut selalu dilantunkan di berbagai tempat hingga berbagai acara, baik itu acara formal maupun informal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa musik dangdut ini seolah tak akan pernah mati meskipun genre musik barat juga turut berkembang di Indonesia.
Dapat disebut bahwa musik dangdut ini adalah musik yang merakyat sejak negara Indonesia berdiri. Terkadang, beberapa masyarakat tetap dapat berjoget setelah mendengarkan lagu dangdut meskipun dirinya tidak mengetahui bagaimana lirik dan judul lagu tersebut. Maka dari itu, para penggemar musik dangdut itu tidak hanya para orang tua saja, tetapi juga dipopulerkan kembali oleh para anak muda.
Keberadaan musik dangdut di negara Indonesia ini semakin berjaya disebabkan karena beberapa hal, salah satunya adalah adanya ajang kompetisi musik dangdut yang digelar di salah satu stasiun televisi swasta. Melalui ajang tersebut, musik dangdut akan dipopulerkan kembali oleh para muda-mudi dari seluruh penjuru wilayah Indonesia.
Lalu, bagaimana ya sejarah dari musik dangdut hingga dapat berkembang seperti saat ini? Siapa saja pula penyanyi dangdut yang turut berkontribusi dalam perkembangan musik dangdut di Indonesia dan dunia?
Yuk simak ulasan berikut ini supaya Grameds memahami akan bagaimana sejarah dangdut di Indonesia!
Sejarah Dangdut di Indonesia
Contents
Musik dangdut itu sebenarnya berakar dari musik Melayu yang kala itu berkembang pada tahun 1950 hingga 1960-an, dengan rata-rata lirik lagunya bertema akan percintaan. Musik dangdut banyak dipengaruhi oleh unsur musik Hindustan (India Utara), Melayu, dan Arab. Pengaruh dari ketiga unsur genre musik tersebut secara tidak langsung menciptakan genre musik “baru”, yakni musik dangdut. Musik India mempunyai unsur utama berupa tabuhan gendang, sementara suara cengkok penyanyi adalah unsur utama dari musik Melayu.
Kata dangdut berasal dari bunyi alat musik tabla yang kala itu sering menjadi alat musik pengiring, berupa “tak, tung, dang, dan dut”. Nah, kata “dang” dan “dut” kemudian menjadi terminologi baru untuk menyebut Orkes Melayu.
Layaknya seorang manusia, musik dangdut ini muncul sebagai “embrio” ketika terdapat sejumlah Orkes Melayu dengan penyanyi utamanya adalah Ellya Khadam dan lagu populernya bertajuk “Boneka India”. Lagu tersebut dipengaruhi juga oleh musik India, sehingga dapat disebut bahwa para komponis kala itu menciptakan lagu dangdut yang terinspirasi dari lagu-lagu yang ada di film India.
Era 1960 hingga 1970-an
Pada tahun ini, musik dangdut semakin lama juga semakin berkembang. Tidak hanya mendapatkan pengaruh dari musik India saja, tetapi juga musik Arab, terutama pada bagian cengkok suara penyanyi hingga harmonisasi nada.
Pada kala itu, muncul penyanyi-penyanyi dangdut lain, sebut saja ada Rhoma Irama, A. Rafiq, Meggy Z, dan masih banyak lagi. Bahkan para penyanyi ini telah berhasil mengembangkan musik dangdut menjadi lebih variatif. Misalnya, penyanyi A. Rafiq yang menambahkan unsur Rock ‘n Roll Amerika sebagai ciri khasnya. Hingga pada akhirnya, Beliau dijuluki sebagai Elvis Presley-nya Indonesia.
Tepat pada akhir tahun 1960-an, akibat adanya arus perubahan politik di Indonesia, maka musik barat dapat masuk ke Indonesia hingga muncul gitar elektrik. Alat musik tersebut nantinya akan kerap dijadikan “pendamping” bagi para penyanyi dangdut.
Baca Juga : Mengenal Musik Folk Lebih Dekat
Era 1970 hingga 1990-an
Pada awal tahun 1970, musik dangdut semakin berkembang secara pesat di masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya konser-konser, penjualan kaset, hingga meningkatkan para penggemar musik dangdut di Indonesia ini. Bahkan, tak jarang pula para penyanyi dangdut asal Indonesia yang mengadakan konser dangdut mereka di luar negeri. Misalnya, Rita Sugiarto bersama Rhoma Irama yang berhasil mengadakan konser dangdut di Manila, Tokyo, hingga Melbourn.
Dari adanya penjualan kaset dangdut yang tinggi maka jelas terlihat bahwa kala itu musik dangdut telah berkembang sangat pesat. Bahkan pada tahun 1979, majalah Tempo jelas menyebutkan bahwa tahun tersebut sebagai tahun dangdut karena musik dangdut berhasil menguasai pasaran kaset dan industri musik Indonesia.
Tak heran apabila pada era ini, musik dangdut yang didominasi oleh suara Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih, terdengar di berbagai tempat, baik itu di stasiun televisi hingga diskotik dan club malam.
Pada tahun ini pula, Rhoma Irama bersama grup musiknya, Soneta, kerap membawakan lagu-lagu dangdut pada undangan acara Festival Lagu Populer ASEAN yang kala itu musik dangdut diwacanakan sebagai musik negara ASEAN.
Tidak hanya negara-negara ASEAN saja, pada tahun 1990-an, popularitas musik dangdut bahkan telah mencapai negara Turki, Jepang, Australia, hingga Amerika. Pada tahun tersebut juga, seorang pengusaha Jepang pernah merilis sekitar 200 lagu milik Rhoma Irama yang kemudian diedarkan di Jepang.
Era 2000-an
Pada era ini, musik dangdut mengalami banyak perubahan, terutama pada bagian aransemennya. Hal tersebut karena seiring dengan adanya kejenuhan akan musik dangdut yang original, maka para musisi dangdut di wilayah Jawa Timur mulai mengembangkan jenis musik dangdut baru yang disebut dengan dangdut koplo.
Dangdut koplo ini seolah menjadi genre tersendiri dan yang paling membedakan dengan dangdut original adalah irama gendangnya. Selain itu, ciri pementasan dari musik dangdut koplo ini adalah adanya model penyanyi berpakaian terbuka dan bergoyang erotis, misalnya Inul Daratista yang terkenal akan goyang ngebor-nya.
Dangdut koplo menggunakan permainan irama gendang 4/4 sehingga musik yang dihasilkan seolah lebih padat dan cepat. Hal tersebut membuat pendengarnya seolah “hanyut” dalam irama dan ikut bergoyang. Dangdut koplo ini diyakini mulai berkembang di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa.
Pada era ini pula, musik dangdut masih tetap digandrungi oleh berbagai kalangan dengan banyaknya acara televisi yang menampilkan ajang pencarian bakat khusus untuk para penyanyi dangdut. Sebut saja acara Kontes Dangdut Indonesia, Rising Star Dangdut Indonesia, Dangdut Academy, hingga yang masih eksis sampai saat ini yakni Liga Dangdut Indonesia.
Melalui keberadaan dangdut koplo dan acara pencarian bakat khusus tersebut, lahir pula para bibit-bibit penyanyi dangdut baru, sebut saja Ayu Ting Ting, Siti Badriah, Via Vallen, Nella Kharisma, hingga Nassar.
Dangdut Koplo
Popularitas dari dangdut koplo ternyata pernah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dangdut pada kala itu. Awalnya, memang dangdut koplo ini muncul sebagai sub genre dari musik dangdut, tetapi semakin berkembang dalam skala populer setelah penyanyi Inul Daratista turut meriahkan eksistensi dari dangdut koplo ini.
Pro dan kontra yang telah disebutkan itu terjadi, salah satunya adalah pada sebuah seminar yang diadakan oleh Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) yang diketuai oleh Rhoma Irama. Pada seminar tersebut menyatakan bahwa dangdut koplo bukan termasuk dalam musik dangdut (Berdasarkan pada Kompas, 5 Maret 2017).
Pernyataan tersebut muncul karena fenomena kemunculan dari penyanyi Inul Daratista pada tahun 2003 yang kemudian populer di mata masyarakat dengan “Goyang Ngebor” miliknya. Penyanyi Inul Daratista beserta goyangannya itu dianggap telah “mencemari” dangdut yang telah berkembang pada era sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa pada era sebelumnya, musik dangdut digunakan sebagai media dakwah yang mengusung nilai-nilai moral, sementara penampilan Inul Daratista justru terlalu seronok dengan unsur erotisme yang sangat kental.
Namun, semakin berkembang zaman, maka turut berkembang pula penelitian mengenai apakah dangdut koplo termasuk dalam genre musik dangdut atau tidak.
Kata “koplo” dalam frasa dangdut koplo itu berasal dari bahasa Jawa yang berarti dungu atau bodoh. Nah, dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa dangdut koplo itu dapat membuat mabuk pendengarnya akibat “zaman edan” pada kala itu.
Para musisi dangdut koplo ini seolah mencoba untuk menyelamatkan pendengarnya dari “kegilaan sosial” dengan meredam tingkat stress masyarakat akibat dampak dari sosial politik pasca Orde Baru yang terjadi pada kala itu.