Kota Surabaya merupakan ibu kota berasal dari Provinsi www.restaurantesantaclara.com Jawa Timur. Kota Surabaya punyai luas lokasi lebih kurang 326,81 km2 yang terbagi dalam 31 kecamatan. Secara geografis, Kota Surabaya berbatasan bersama Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di selatan, dan Kabupaten Gresik di barat. Sebagai kota metropolitan terbesar ke dua sesudah Jakarta, Surabaya menjadi pusat beraneka kesibukan di Jawa Timur. Mulai berasal dari bisnis, pemerintahan, hingga hiburan. Lalu, bagaimana asal-usul dan histori Kota Surabaya? Simak informasinya sebagai berikut.
Asal Usul Nama Surabaya
Nama Surabaya terlihat dalam Nagarakretagama berupa pidato Raja Hayam Wuruk berasal dari Kerajaan Majapahit, yang ditulis terhadap daun lontar di tahun 1365. Nama Surabaya terdiri berasal dari kata sura yang berarti berani dan baya yang berarti bahaya. Kemudian, secara harfiah Surabaya berarti berani menghadapi bahaya yang datang. Surabaya punyai cerita rakyat yang terlampau terkenal mengenai perkelahian antara ikan hiu, Sura bersama buaya, Baya. Dalam Buku Sejarah Kota Surabaya karya Priyo Jatmiko, dahulu di lautan luas kerap berjalan perkelahian antara Sura dan Baya.
Keduanya berkelahi untuk memperebutkan mangsa. Sura dan Baya sama-sama kuat, tangkas, cerdik dan rakus. Setelah beberapa kali berkelahi, belum dulu tersedia yang menang ataupun kalah. Akhirnya, Sura dan Baya mengadakan kesepakatan bersama membagi kekuasaan menjadi dua. Sura berkuasa di dalam air dan kudu mencari mangsa di dalam air. Sementara Baya berkuasa di daratan dan kudu mencari mangsa di daratan.
Baca juga:
Asal Usul Tegal, Jepangnya Indonesia berasal dari Portugis-Mataram
Kisah Bathoro Katong dan Berdirinya Kabupaten Ponorogo
Dengan adanya pembagian lokasi tersebut, Sura dan Baya tidak berkelahi kembali dan saling menghargai lokasi masing-masing. Suatu hari, Sura mencari mangsa di sungai. Sura melakukannya bersama sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui oleh Baya. Mulanya, perbuatan Sura sebetulnya tidak ketahuan. Namun, Baya memergoki perbuatan Sura.
Baya pun marah sadar Sura melanggar perjanjian. Saat diingatkan udah melanggar janji, Sura tambah bersikap tenang. Sura beralasan bahwa sungai tersebut berair, dan Sura adalah penguasa air. Mendengar alasan Sura, Baya menyatakan bahwa sungai merupakan tempat kekuasaan Baya. Karena tidak tersedia yang berkenan mengalah, maka pertempuran antara Sura dan Baya pun berjalan kembali. Dalam sekejap, air di lebih kurang menjadi merah gara-gara darah yang terlihat berasal dari luka keduanya.
Dalam pertarungan itu, Baya digigit Sura di bagian pangkal ekor sebelah kanan. Sehingga ekor Baya selamanya membengkok ke kiri. Sura termasuk tergigit di bagian ekor hingga hampir putus. Kemudian Sura kembali ke lautan. Baya pun bahagia bisa mempertahankan lokasi kekuasaannya. Dari peristiwa itulah lantas dibikin simbol Kota Surabaya, yakni ikan hiu Sura dan buaya Baya. Pendapat lain menyatakan bahwa asal-usul nama Surabaya berasal berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat dan Baya berarti bahaya. Sehingga Surabaya berarti selamat menghadapi bahaya.
Memiliki nilai heroisme (kepahlawanan)
Sejak awal berdirinya Kota Surabaya punyai histori panjang bersama nilai-nilai heroisme. Heroisme mesyarakat Surabaya yang paling terkenal adalah pertempuran 10 Nopember 1945. Pertempuran tersebut merupakan pertempuran pertama bangsa Indonesia sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada pertempuran tersebut, arek-arek Suroboyo (sebutan orang Surabaya) bersama bekal bambur runcing berani melawan pasukan penjajah. Dalam peristiwa itu tersedia puluhan ribu warga meninggal saat berjuang membela tanah air. Peristiwa heroik tersebut sesudah itu dikenal sebagai peringatan Hari Pahlawan yang diperingati tiap-tiap tahunnya. Ini yang membawa dampak Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan.
Kota dagang
Pada zaman Kerajaan Majapahit, Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama. Karena Surabaya letaknya dipesisir utara Pulau jawa. Sehingga membuatnya berkembang dibidang perdagangan. Ini menciptakan Surabaya sebagai kota dagang dan pelabuhan. Bahkan menjadi pelabuhan perlu di zaman Majapahit terhadap abad ke-14. Pada era kolonial Belanda abad ke-19 memposisikannya pelabuhan utama yang berperan sebagai collecting centers. Dari alur terakhir kesibukan pengumpulan hasil memproses perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa, yang tersedia di tempat pedalaman untuk diekspor ke Eropa.